PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
Nama : Yopa
Instansi : STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung
A. Pengertian Prinsip Pembelajaran
Kata prinsip berasal dari bahasa latin “Asas (Kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) Dasar”. Dalam bahasa Inggris, Prinsip disebut Principle yang berarti a truth or believe that is accepted as a base for reasoning or action. Prinsip merupakan sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar dalam berfikir atau bertindak.
Prinsip adalah sesuatu yang dipegang sebagai panutan yang utama Menurut Badudu dan Zein (2001). Menurut Syah Djanilus (1993), prinsip adalah sesuatu yang menjadi dasar dari pokok berpikir, berpijak dan sebagainya. Suatu kebenaran yang kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya menurut Dardiri (1996). Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi dasar dari pokok berpikir, berpijak atau bertindak.
Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:9), belajar merupakan suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:10), belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Menurut Wingkel (1987), belajar adalah suatu aktifitas mental dan psikis dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri sendiri.
Pembelajaran adalah suatu aktivitas atau proses mengajar dan belajar. Aktivitas ini merupakan proses dua arah, antara pihak guru dan peserta didik. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Jadi prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan tumbuhnya proses pembelajaran yang dinamis dan terarah.
B. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Menurut Syaiful Sagala prinsip-prinsip pembelajaran yaitu prinsip perkembangan, perbedaan individu, minat, kebutuhan, aktivitas dan motivasi. Sementara Ahmad Rohani berpendapat bahwa prinsip pembelajaran adalah termasuk aktivitas, motivasi, individualitas, lingkungan, konsentrasi, kebebasan, peragaan, kerjasama dan persaingan, apersepsi, korelasi, efisiensi dan efektivitas, globalitas, permainan dan hiburan. Wina Sanjaya mengatakan bahwa yang termasuk prinsip pembelajaran adalah tujuan, aktivitas, individualitas, integritas, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan motivasi.
Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum. Dalam Damyati dan Mudjiono (2012:42), Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/pengalaman, pengulangan tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individu.
Adapun penjelasan tentang prinsip-prinsip pembelajaran diuraikan sebagai berikut:
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Menurut Gage dan Berliner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:42), dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil menurut Gage dan Berliner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:42). Menurut Herbert.L. Petri dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:43), “Motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior”. Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni dari orang lain, guru, teman, orang tua dan sebagainya. Motivasi dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif Intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan Motif Ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Contoh, siswa belajar bersungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya melainkan didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah.
2. Keaktifan
Belajar tidak bisa dipaksakan orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin tejadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. Menurut Jhon Dewey dalam Davies (1937:31), mengemukakan bahwa, belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.
Menurut Thomas M. Risk dalam Zakiah Daradjat, “teaching is theguidance of learning experiences.” Mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman tersebut diperoleh apabila peserta didik mempunyai keaktifan untuk bereaksi terhadap lingkungannya. Apabila seorang anak ingin memecahkan suatu persoalan dia harus dapat berpikir sistematis atau menurut langkah-langkah tertentu, termasuk ketika dia menginginkan suatu keterampilan tentunya harus pula dapat menggerakkan otot-ototnya untuk mencapainya.
Menurut Thorndike dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:45) mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “Law of Exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachie berkenan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “Manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu, sosial”. (Mc Keachie, 1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).
Prinsip aktivitas di atas menurut pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman sendiri. Jiwa memiliki energi sendiri dan dapat menjadi aktif karena didorong oleh kebutuhan-kebutuhan. Jadi, dalam pembelajaran yang mengolah dan mencerna adalah peserta didik sesuai dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakang masing-masing, guru hanya merangsang keaktifan peserta didik dengan menyajikan bahan pelajaran.
3. Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Prinsip keterlibatan langsung merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Pembelajaran sebagai aktivitas mengajar dan belajar, maka guru harus terlibat langsung begitu juga peserta didik. Prinsip keterlibatan langsung ini mencakup keterlibatan langsung secara fisik maupun non fisik. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa dirinya penting dan berharga dalam kelas sehingga dia bisa menikmati jalannya pembelajaran.
Menurut Edgar Dale dalam Dimyati (2009:45), “Belajar yang baik adalah belajar dari pengalaman langsung”. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “Learning by Doing”. . Walaupun demikian perlu dijelaskan bahwa keterlibatan itu bukan dalam bentuk fisik semata, bahkan lebih dari itu keterlibatan secara emosional dengan kegiatan kognitif dalam perolehan pengetahuan, penghayatan dalam pembentukan afektif dan pada saat latihan dalam pembentukan nilai psikomotor.
4. Pengulangan
Prinsip pembelajaran yang menekankan pentingnya pengulangan yang barangkali paling tua seperti yang dikemukakan oleh teori psikologi daya. Menurut teori ini bahwa belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teorinkoneksionisme. Tokohnya yang terkenal adalah Thorndike dengan teorinya yang terkenal pula yaitu “law of exercise” bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar timbulnya respon benar . Selanjutnya teori dari phychology psikologi conditioning respons sebagai perkembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme yang dimotori oleh Pavlov yang mengemukakan bahwa perilaku individu dapat dikondisikan dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Begitu pula mengajar membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori di atas menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam pembelajaran walaupun dengan tujuan yang berbeda. Teori yang pertama menekankan pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa, sedangkan teori yang kedua dan ketiga menekankan pengulangan untuk membentuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan.
Hubungan stimulus dan respons akan bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang bahkan hilang sama sekali jika jarang atau tidak pernah digunakan. Oleh karena itu, perlu banyak latihan, pengulangan, dan pembiasaan.
5. Tantangan
Kuantzu dalam Azhar Arsyad mengatakan: “if you give a man fish, he will have a single meal. If you teach him how to fish he will eat all his life”. Pernyataan Kuantzu ini senada dengan prinsip pembelajaran yang berupa tantangan, karena peserta didik tidak merasa tertantang bila hanya sekedar disuapi sehingga dirinya tinggal menelan apa yang diberikan oleh guru. Sebab, tanpa tantangan peserta didik merasa masa bodoh dan kurang kreatif sehingga tidak berkesan materi yang diterimanya.
Agar pada diri peserta didik timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka materi pembelajaran juga harus menantang sehingga peserta didik bergairah untuk mengatasinya.
Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran dengan salah satu prinsip konsep contextual teaching and learning yaitu inkuiri. Di mana dijelaskan bahwa inkuiri merupakan proses pembelajaran yang berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Jadi, peserta didik akan bersungguh-sungguh dalam menemukan masalahnya terlebih dahulu kemudian menemukan sendiri jalan keluarnya.
6. Balikan dan Penguatan
Prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan balikan dan penguatan, ditekankan oleh teori operant conditioning, yaitu law of effect. Bahwa peserta didik akan belajar bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi hasil usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan atau penguatan positif, penguatan negatif pun dapat berpengaruh pada hasil belajar selanjutnya.
Apabila peserta didik memperoleh nilai yang baik dalam ulangan tentu dia akan belajar bersungguh-sungguh untuk memperoleh nilai yang lebih baik untuk selanjutnya. Karena nilai yang baik itu merupakan penguatan positif. Sebaliknya, bila peserta didik memperoleh nilai yang kurang baik tentu dia merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas, dia terdorong pula untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif yang berarti bahwa peserta didik mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan.
Format sajian berupa tanya jawab, eksprimen, diskusi, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara pembelajaran yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang diperoleh peserta didik setelah belajar dengan menggunakan metode-metode yang menarik akan membuat peserta didik terdorong untuk belajar lebih bersemangat.
7. Perbedaan Individu
Siswa merupakan individual yang unik artinya orang satu dengan yang lain berbeda. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat lainnya. Untuk dapat memberikan bantuan agar peserta didik dapat mengikuti pembelajaran yang disajikan oleh guru, maka guru harus benar-benar dapat memahami ciri-ciri para peserta didik tersebut. Begitu pula guru harus mampu mengatur kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan, proses pelaksanaan sampai pada tahap terakhir yaitu penilaian atau evaluasi, sehingga peserta didik secara total dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik tanpa perbedaan yang berarti walaupun dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda.
C. Implikasi Prinsip-Prinsip Pembelajaran Bagi Peserta didik
Peserta didik sebagai motor utama “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran sehingga akan berhasil jika menyadari implikasi prinsip-prinsip pembelajaran terhadap dirinya.
1. Perhatian dan Motivasi
Dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan. Adanya tuntutan tersebut seyogyanya mendorong peserta didik memiliki perhatian terhadap segala pesan yang terimanya. Pesan-pesan yang diterima dalam pembelajaran adalah yang dapat merangsang indranya.
Dengan demikian, peserta didik diharapkan selalu melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Karena peningkatan minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi. Sebagai contoh dalam proses pembelajaran peserta didik harus betul-betul dapat berkonsentrasi dalam mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep-konsep yang diterimanya, mengamati secara cermat gerakan yang dilakukan oleh guru dan sebagainya. Itu semua untuk membangkitkan motivasi belajarnya, karena tanpa perhatian seperti itu peserta didik tidak dapat menerima pelajaran secara maksimal.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi peserta didik adalah disadarinya oleh peserta didik bahwa motivasi belajar yang ada pada dirinya harus dibangkitkan dan dikembangkan secara terus-menerus. Hal ini dapat dicapai dengan mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai, termasuk menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang lain, harus mempunyai rencana tentang tujuan dia belajar dan kapan harus menyelesaikan jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya dan lain sebagainya.
2. Keaktifan
Peserta didik sebagai sentral dalam pembelajaran, maka sebagai konsekuensinya aktivitas peserta didik merupakan syarat berlangsungnya proses pembelajaran. Aktivitas peserta didik dalam hal ini baik secara fisik maupun intelektual dan emosional harus aktif. Jadi, tidak ada gunanya guru melakukan pembelajaran jika peserta didiknya pasif saja. Sebab para peserta didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.
Sebagai implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik terbentuk perilaku-perilaku untuk mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin mengetahui segala percobaan yang dilakukan di laboratorium, membuat tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan sebagainya. Proses selanjutnya terjalin keterlibatan langsung peserta didik dalam pembelajaran.
3. Keterlibatan Langsung/pengalaman
Tempat seorang peserta didik dalam kelas tidak dapat tergantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran mutlak adanya.
Sebagai implikasinya peserta didik dituntut untuk mengerjakan sendiri tugas belajar yang diberikan oleh gurunya. Dengan keterlibatan ini mereka akan mendapat pengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung adalah segala kegiatan yang dilakukan di sekolah apakah itu berbentuk intrakurikuler ataukah ekstrakurikuler. Meskipun kegiatan tersebut tidak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri peserta didik, namun dengan keterlibatan ini diharapkan dapat mewujudkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran.
4. Pengulangan
Menurut Davies dalam Dimyati (2009:52), penguasaan yang penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Misalnya menghafal unsur-unsur kimia, mengerjakan soal latihan dan sebagainya.
5. Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies dalam Dimyati, 2009:53).
Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Misalnya melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
6. Balikan dan Penguataan
Siswa selalu membutuhkan kepastian dari kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian siswa selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (Knowledge of Result), yang sekaligus penguat (Reinforcement) Menurut Davies dalam Dimyati (2009:53).
Hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Misalnya dengan segera mencocokan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil beajarnya jelek.
7. Perbedaan Individu
Setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Adanya perbedaan ini seharusnya membuat setiap peserta didik menyadari bahwa dirinya berbeda dengan temannya, hal ini akan membantu diri peserta didik dalam menentukan cara belajarnya sendiri. Sebagai implikasi dari prinsip perbedaan individual bagi peserta didik adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar dan sebagainya.
D. Implikasi Prinsip-Prinsip Pembelajaran Bagi Guru
Guru seperti halnya peserta didik tidak terlepas dari implikasi prinsip-prinsip pembelajaran, karena guru yang merencanakan selanjutnya melaksanakan pembelajaran tersebut.
Implikasi prinsip-prinsip pembelajaran bagi guru terwujud dalam perilaku fisik dan psikis mereka. Jadi dengan adanya kesadaran guru pada prinsip-prinsip tersebut diharapkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang diselenggarakan.
1. Perhatian dan Motivasi
Dalam merencanakan kegiatan pembelajarannya, guru sudah memikirkan perilakunya terhadap peserta didik sehingga dia dapat menarik perhatian dan motivasi peserta didik dan tidak berhenti pada rencana pembelajaranya tetapi sampai selesai menyajikan materinya.
Sebagai implikasi prinsip perhatian bagi guru tampak pada perilaku-perilaku berikut: hendaknya guru membuat setiap bahan pelajaran agar mengandung suatu masalah yang menarik perhatian peserta didik dan merangsang untuk berusaha menyelidiki serta memecahkan, guru menghubungkan bahan pelajaran dengan masalah dan tugas kongkret yang dapat dikerjakan peserta didik secara kelompok, dan guru menghubungkan bahan pelajaran dengan bidang kegiatan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Selain guru itu juga dapat menggunakan metode yang bervariasi, menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi, guru dapat menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton serta dapat mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing. Bila diperhatikan secara seksama implikasi prinsip perhatian bagi guru ini, ini sesuai dengan prinsip pembelajaran contextual teaching and learning, seperti inkuiri dan masyarakat belajar.
1. Memilih bahan ajar sesuai dengan minat peserta didik.
2. Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai peserta didik.
3. Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan peserta didik dan sesegera
mungkin memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.
4. Memberikan pujian verbal atau non-verbal terhadap peserta didik yang memberi respon terhadap pertanyaan yang diberikan.
5. Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang dipelajari peserta didik.
6. Perilaku yang merupakan implikasi prinsip perhatian dan motivasi bagi guru dapat dilihat lebih dari satu perilaku dari suatu kegiatan pembelajaran.
2. Keaktifan
Guru memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik, memberikan peluang dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan bagi guru secara optimal. Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing peserta didik berarti mengubah peran guru, yaitu menjamin bahwa setiap peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada. Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut peserta didik selalu aktif mencari, memperoleh dan mengolah bahan belajarnya.
Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri peserta didik maka guru dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut:
1. Menggunakan multimetode dan multimedia.
2. Memberikan tugas secara individual dan kelompok.
3. Memberikan kesempatan kepada peserta didik melaksanakan eksprimen dalam kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3 orang).
4. Memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas, serta
5. Mengadakan tanya jawab dan diskusi.
Sebenarnya terdapat berbagai macam metode atau cara yang dapat dipergunakan oleh guru untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran. Terutama dengan memberikan tugas kelompok, diskusi, pemodelan serta demonstrasi.
3. Keterlibatan Langsung
Sudah dijelaskan di awal bahwa keterlibatan langsung peserta didik bukan hanya secara fisik karena itu tidak menjamin keaktifan belajar. Guru harus pandai-pandai merancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat terlibat langsung bukan saja secara fisik tetapi juga mental emosional serta intelektual peserta didik.
Merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran individual dan kelompok kecil.
1. Mementingkan eksprimen langsung oleh peserta didik dibandingkan dengan demonstrasi.
2. Menggunakan media yang langsung digunakan oleh peserta didik.
3. Memberikan tugas kepada peserta didik untuk mempraktikkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan.
4. Melibatkan peserta didik mencari informasi/pesan dari sumber informasi di luar kelas atau sekolah.
5. Melibatkan peserta didik dalam merangkum atau menyimpulkan informasi pesan pembelajaran.
Selain itu, implikasi dari adanya prinsip ini bagi guru adalah kemampuan guru untuk bertindak bukan saja sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai manajer/pengelola kegiatan yang mampu mengarahkan, membimbing dan memotivasi peserta didik ke arah tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
4. Pengulangan
Jika guru mampu memilihkan bahan yang membutuhkan pengulangan dan yang tidak membutuhkan pengulangan maka guru telah melakukan implikasi dari prinsip pengulangan. Karena tidak semua bahan pembelajaran itu membutuhkan pengulangan. Pengulangan terutama dibutuhkan oleh bahan-bahan pembelajaran yang harus dihafalkan tanpa ada kesalahan sedikit pun, termasuk bahan yang membutuhkan latihan-latihan.
1. Merancang pelaksanaan pengulangan.
2. Mengembangkan / merumuskan soal-soal latihan.
3. Mengembangkan petunjuk kegiatan psikomotorik yang harus diulang.
4. Mengembangkan alat evaluasi kegiatan pengulangan.
5. Membuat kegiatan pengulangan yang bervariasi.
5. Tantangan
Tantangan sebagai salah satu prinsip pembelajaran yang dapat mengantar peserta didik mencapai tujuannya. Sehingga guru harus merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk kegiatan, bahan dan media yang dapat memberi tantangan kepada peserta didik untuk lebih bersemangat dengan tantangan itu.
1. Merancang dan mengelola kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukannya secara individual atau dalam kelompok kecil (3-4 orang).
2. Memberikan tugas kepada peserta didik memecahkan masalah yang membutuhkan informasi dari orang lain di luar sekolah sebagai sumber informasi.
3. Menugaskan kepada peserta didik untuk menyimpulkan isi pelajaran yang selesai disajikan.
4. Mengembangkan bahan pembelajaran (teks, hand out, modul, dan lain-lain) yang memperhatikan kebutuhan peserta didik untuk mendapatkan tantangan di dalamnya, sehingga tidak harus semua pesan pembelajaran disajikan secara detail tanpa memberikan kesempatan peserta didik mencari dari sumber lain.
5. Membimbing peserta didik untuk menemukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi sendiri.
6. Guru merancang dan mengelola kegiatan diskusi untuk menyelenggarakan masalah-masalah yang disajikan dalam topik diskusi.
6. Balikan dan Penguatan
Pemberian balikan dan penguatan dapat dengan lisan dan tulisan. Guru harus dapat menentukan momen dan cara yang tepat keduanya dapat diberikan dengan tepat sasaran.
1. Memberitahukan jawaban yang benar setiap kali mengajukan pertanyaan yang telah dijawab peserta didik secara benar ataupun salah.
2. Mengoreksi pembahasan pekerjaan rumah yang diberikan kepada peserta didik pada waktu yang telah ditentukan.
3. Memberikan catatan-catatan pada hasil kerja peserta didik (berupa makalah, laporan, klipping pekerjaan rumah), berdasarkan hasil koreksi guru terhadap hasil kerja pembelajaran.
4. Memberikan lembar jawaban tes pelajaran yang telah dikoreksi oleh guru, disertai skor dan catatan-catatan bagi peserta didik.
5. Mengumumkan dan mengonfirmasikan peringkat yang diraih setiap peserta didik berdasarkan skor yang dicapai dalam tes.
6. Memberikan anggukan atau acungan jempol atau isyarat lain kepada peserta didik yang menjawab dengan benar pertanyaan yang disajikan oleh guru.
7. Memberikan hadiah/ganjaran kepada peserta didik yang berhasil menyelesaikan tugas.
7. Perbedaan Individu
Guru menghadapi peserta didik secara klasikal dalam kelas tentunya harus mempertimbangkan latar belakang atau karakteristik masing-masing peserta didik. Jadi, guru harus dapat melayani peserta didiknya sesuai karakteristik mereka orang per orang.
1. Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan peserta didik sesuai karakteristiknya.
2. Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran.
3. Mengenali karakteristik setiap peserta didik sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik yang bersangkutan.
4. Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada peserta didik yang membutuhkan.
Sumber :
Arsyad, Azhar. 1987. Your Basic Vocabulary. Cet. I; Ujung Pandang: AMA Press.
Daradjat, Zakiah. et al. 2001. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Edisi II,
Cet. II; Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Cet. II; Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Davies, Ivor K. (Penerjemah:Sudarsono S., dkk.). 1987. Pengelolaan Belajar.
Jakarta: C.V. Rajawali dan PAU-UT.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Cet. I; Jakarta: Balai Pustaka.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Gage, N.L., dan David C. Berliner. 1984. Educational Psychology. Chicago:
Rand Mc Nally Collage Publishing Company.
Gredler, Margaret E. Bell. (Penerjemah Munandir). 1991. Belajar dan
Membelajarkan. Jakarta: C.V. Rajawali dan PAU-UT.
No comments:
Post a Comment